tentang roti dan pragmatisme
Sewaktu aku masih kecil, usiaku 7 atau 8 taun, aku selalu mengeluh stiap nenek menyediakan segenggam penuh roti dengan selai2nya di piring sarapanku..
huh, ga enak. aku benci roti.
(sebenarnya aku benci semua makanan yg orng dewasa sediakan untukku waktu itu)
aku masih ingat bagaimana dulu aku mengakalinya, dengan membuang makanan2 itu ke kolam penuh ikan di halaman belakang.
Pagi ini (14 tahun kemudian), aku masih disediakan roti itu, dengan selai2nya.. aku bersyukur masih bisa makan roti pagi ini. karena ketika aku masih benci roti, butuh 14 tahun lagi dlm hidupku untuk menyadari.. setiap satu gigitan roti yg kumakan ada ribuan bahkan jutaan orang yg kelaparan dibuatnya.. setiap helai baju rusty di mall yg kubeli, aku melihat tatapan seorang anak pemulung di depan etalase toko dengan pakaian serba lusuh.. tatapan yg menerawang, "kapan aku bisa memiliki baju yg ada di mall?" sedangkan untuk menginjak lantai rumah dan bukan tanah, atau sekedar menikmati sarapan setangkap roti dan segelas susu saja..baginya merupakan kemewahan.
Aku menyadari, aku menangis. Maafkan aku.
Andaikan kita semua dapat berbagi..
Aku bersyukur masih bisa makan roti pagi ini..